Juni: Masih Ada Harapan yang Harus Diwujudkan

Sebelumnya, aku telah menulis rangkaian cerita tahun ini di dalam bulan Mei. Kini, sebelum bulan Juli berakhir, aku ingin meneruskan cerita tahun ini ke bulan Juni.

Sudah setengah tahun berjalan. Rasanya, aku sama sekali belum menanam benih-benih kehidupan. Impian dan harapan pun sirna seketika. Tak ada lagi yang harus diperjuangkan. Semuanya lenyap diserang oleh virus yang bernama corona. Hingga gelap datang, aku hanya berusaha untuk memejamkan mata, tidak ada aksara yang harus diuntai menjadi sekumpulan paragraf. Saat pagi tiba, hangatnya sinar mentari pun tidak aku rasakan. Aku lebih sering diterpa radiasi sinar dari laptop, tanpa ampun, dari pagi hingga malam hari. Setiap hari, rasanya aku seperti berjalan dengan harapan, tetapi kita saling bersebrangan.

Sudah setengah tahun berjalan. Sementara waktu terus berjalan, aku masih berandai-andai mengenai keadaan yang tidak kunjung berubah. Andaikata tidak ada corona, mungkin saat ini aku sudah melangkah bersama-sama dengan harapan. Andaikata tahun ini tidak ada corona, mungkin saat ini aku sedang membenahi harapan yang sempat hancur. Namun, berandai-andai justru semakin membunuhku secara perlahan-lahan. Tiap hari, "andaikata" itu selalu berbisik di telingaku. Membuat ragaku lemas seketika ditelan oleh sang waktu.

Seperti halnya hari-hari pada umumnya, ada pagi ada malam, ada hitam ada putih, ada manis ada pahit. Namun, nyatanya hal itu tidak berlaku pada diriku. Setiap hari, tak ada keseimbangan yang aku rasakan. Aku ditelan oleh ombak yang kian ganas di tengah-tengah samudera. Tak ada yang bisa aku lakukan kecuali mengikuti arah angin serta nahkoda. Tak ada kreativitas yang aku tumpahkan selama ini. Rasanya, aku seperti robot yang diciptakan untuk memenuhi keinginan majikannya. 

Lagi, dan lagi. Harapan itu kian memudar dalam penglihatanku. Aku semakin tidak mengerti, kenapa manusia sangat bergantung dengan harapan? Tak bisakah mereka hidup damai tanpa adanya gangguan dari impian yang harus diwujudkan? Bangun tidur, bekerja, istirahat, makan, lalu bekerja lagi sampai malam, kemudian pada malam hari istirahat sambil menunggu keesokan hari untuk bekerja. Tak bisakah hanya seperti itu?

Namun, nyatanya, aku masih bergantung dengan harapan. Aku tidak bisa hidup di tengah-tengah ombak ganas dengan mengikuti komando dari nahkoda. Aku harus cepat-cepat mengistirahatkan kapal ini, lalu menuju ke pulau-pulau lainnya. Aku yakin, pulau demi pulau yang akan aku singgahi nanti memiliki tempat yang indah.

Setengah tahun berjalan. Aku sempat tidak percaya dengan harapan. Namun, perlahan-lahan, ada suara hati yang menyadarkanku terkait keberadaannya. Setiap manusia diciptakan dengan harapannya masing-masing. Saat mereka sedang terjerumus ke dalam lubang yang dalam, manusia akan selalu ditemani dengan harapan sebagai cahaya penerang di bawah sana. Tidak peduli segelap apapun, suatu hari nanti aku yakin manusia dapat keluar dari lubang itu, tentunya bersama harapan.

Setengah tahun sudah harapan-harapan manusia telah ditelan habis-habisan oleh virus corona. Ada beberapa orang yang mungkin berpikiran seperti aku; sempat tidak mempercayai harapan, lalu berusaha untuk kembali bangkit dan berjuang. Namun, mungkin ada beberapa orang yang benar-benar putus asa dengan harapannya pada tahun ini. Apapun itu, jangan pernah menyerah dengan keadaan. Sebab, harapan akan selalu bersamamu, meski terasa berat untuk memperjuangkannya.

Masih ada setengah tahun lagi di tahun ini. Aku masih berjuang untuk percaya dengan harapan. Entah apapun wujudnya nanti, setidaknya aku tidak dicaci-maki oleh sang waktu karena menyerah darinya.

-------

Mentari sedang hangat-hangatnya di luar sana. Embun pagi mungkin sedang bercengkrama dengan rerumputan mengenai kejadian menghebohkan di malam hari. Entah rembulan yang sedang cemburu dengan bintang atau pepohonan yang sedang mengadu kepada langit karena akarnya dikencingi oleh anjing liar. Sementara itu, jiwaku masih terkekang di dalam jeruji besi. Dingin, mencekam, tak ada kehidupan. Tertatih-tatih raga ini mencoba untuk menyentuh besi dingin itu untuk berteriak lantang kepada para penjaga,

"Tolong, beri aku kesempatan sekali lagi untuk mewujudkan harapanku di tahun ini".

Sumber: BBC.com




Post a Comment

0 Comments