Mei: Menyerah dengan Keadaan?

Tak pernah ada bahagia yang sifatnya abadi. Kita hanya menanam bibit kesedihan dari waktu ke waktu. Sampai pada akhirnya, kita hanya memetik kesedihan di antara bahagia yang terjadi di dalam kehidupan. Senang atau tidak, bahagia dan kesedihan tak perlu dicari-cari, mereka akan datang sesuka hati. Sebagai manusia, kita hanya bisa bersiap untuk menerima dua tamu tersebut. 

Jalanan luas di depan sana masih terlihat semu. Tak pernah ada lagi kata-kata yang mengiringi langkahku dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Selagi aku masih asyik dengan penaku yang menari-nari di atas kertas putih, angin sendu menerpa wajahku seraya berbisik tentang duka semesta yang tak kunjung usai. 
--------

Sudah memasuki bulan kelima dari tahun ini, pandemi virus corona masih menyerang masyarakat dunia, terutama negara Indonesia. Akibat pandemi tersebut, segala aktivitas terpaksa harus dihentikan, tak terkecuali pekerjaanku dalam merangkai kata-kata.

Sejak corona hadir di bumi, sulit bagiku untuk berteman dengan kata-kata. Di ruang sempit yang bernama kamar ini inspirasiku terhalang oleh tembok-tembok putih tanpa makna. Di setiap malamnya, aku hanya merasakan kegelisahan yang teramat dalam. Saat bangun pagi, tak ada harapan yang dapat aku tanam supaya di kemudian hari dapat aku petik menjadi sebuah mimpi yang menjadi kenyataan. Di siang hari, raga tetap bergerak ke sana ke mari, namun jiwa merasa linglung. Menjelang senja, sinar keemasan yang senantiasa memberikan sebuah kenikmatan dunia pupus seketika; yang ada hanya barisan tembok putih yang menatap bisu ke arahku. Tak ada kata-kata, tak ada makna kehidupan, tak ada pelajaran yang dapat ditanamkan di dalam pikiran; yang ada hanya kegelisahan, ketakukan, dan rasa cemas.

Mungkinkah aku menyerah pada keadaan saat ini? Melakukan hal yang sama dari hari ke hari tanpa ada revolusi yang nyata dari dalam diri? Tahun ini banyak sekali impian yang sudah aku tanam sejak akhir tahun 2019 lalu. Namun, seketika bangunan yang sudah aku bangun sedemikian rupa harus runtuh akibat serangan virus corona yang datang tanpa diduga-duga. Dengan terpaksa, aku harus kembali membangun bangunan tersebut dengan semestinya, agar nantinya aku dapat berdiam diri di dalam tempat tersebut; menanti senja di sore hari dan menyapa mentari terbit di pagi hari.

Aku tidak bisa membayangkan apa jadinya manusia tanpa harapan. Setiap harinya, tak ada hal yang harus diperjuangkan. Saat kelopak mata terbuka di pagi hari, mereka hanya pasrah dengan keadaan yang terjadi saat ini lalu kembali melanjutkan mimpi tanpa ada aksi. Di sudut kota, tak akan pernah ada suara saksofon yang menggema dan memanjakan telinga manusia, sebab tak ada yang mahir memainkan alat musik. Tak ada yang dengan senang hati menghabiskan waktu di Minggu pagi dengan membaca buku kesukaannya, sebab tak ada penulis yang melahirkan susunan kata-kata lagi. Harapan hanya fana semata, sedang kehidupan yang tak tahu akan menuju ke mana menjadi abadi di mata manusia.

Seketika penaku yang sedang asyik menari-nari di atas kertas putih terhenti seketika. Aku melihat seorang anak kecil yang sedang sendirian mencari-cari sesuatu di jalanan. Karena aku heran, aku ingin bertanya langsung kepada anak kecil itu.

"Apa yang sedang kamu cari, wahai anak kecil?" tanyaku dengan rasa penasaran.
"Entahlah. aku sedang hilang arah, tak tahu apa yang harus aku tuju". jawabnya dengan lunglai.
"Barangkali kamu butuh bantuan dariku?" aku menawarkan bantuan.
"Tidak perlu. Sebab, prahara ini hanya aku yang bisa menyelesaikannya. Terima kasih". jawabnya, lantas langsung pergi meninggalkan jejak di depanku.

Aku tidak lagi memedulikan anak kecil itu. Biarkan ia berlalu-lalang dan menghilang bersama bayangannya. 

---------

Sudah saatnya aku menyusun kembali puing-puing yang sudah hancur. Aku tidak bisa berdiam diri terus-menerus seraya menunggu keadaan normal kembali. Bukankah sedari dulu kehidupan memang tidak pernah baik-baik saja? Lalu apa bedanya dengan keadaan sekarang?

Menyerah dalam keadaan mungkin bukanlah keputusan yang tepat. Manusia diciptakan dengan sempurna oleh sang Maha Pencipta. Mereka dapat beradaptasi dalam keadaan apapun. Aku akan mencoba untuk tetap bertahan, merajut kembali mimpi-mimpi yang sempat tertunda. Sebab, tak ada yang lebih indah dari seorang anak manusia yang berjalan di atas mimpi-mimpinya. Lantas, di atas sana bintang gemerlap dengan sangat cantik seolah-olah mendukung setiap langkah dari anak manusia tersebut.

Aku tidak akan pernah tahu apa yang aku rasakan jika aku tak kembali melakukan hal-hal yang aku sukai. Namun, satu hal yang aku pasti tahu bahwa aku akan selalu kebingungan saat aku tidak melakukan hal-hal yang aku sukai. Bingung, seperti yang dirasakan oleh anak kecil saat aku temui di pinggir jalan. Tahun ini sudah memasuki bulan kelima. Masih ada 7 bulan lagi ke depannya bagi kamu untuk kembali merajut asa, mengais sisa-sisa kebahagiaan di antara kepedihan yang tiada ujungnya di tahun ini.

Tetap berpegang teguh kepada impianmu. Mari sama-sama saling menjaga dalam rasa dan doa. Kita anak manusia yang penuh dengan ide kreativitas untuk menciptakan revolusi diri dari kasur masing-masing.

Tak akan pernah ada lantunan musik syahdu jika manusia tidak mempunyai harapan. Tak akan pernah ada film layar lebar yang memanjakan mata jika manusia tidak mempunyai harapan. Selalu percaya bahwa akan ada kehidupan yang indah usai kepedihan yang membuatmu hampir menyerah.






Post a Comment

0 Comments