Juli: Bersembunyi Di Balik Senyuman

Berada di balik senyum palsu adalah salah satu hal yang aku lakukan saat menyembunyikan luka demi luka. Sebab, tak ada yang lebih menyedihkan jika melihat orang yang kita sayangi ikut sedih melihat keadaan kita yang sedang rapuh. Meskipun hal ini tidak terlalu bagus untuk dilakukan, nyatanya pada tahun ini kita semua sama; bersembunyi di balik senyuman saat di dalam diri kita tersimpan kesedihan demi kesedihan. Pandemi memaksa kita, khususnya aku, untuk tetap bersembunyi dibalik senyuman. 

"Jangan sedih, esok hari akan menjadi harimu. Sabarlah". Ucapmu di sela-sela percakapan kita melalui telepon.

"Senyumlah, tatkala dunia juga akan ikut tersenyum menatapmu". Lanjutmu berusaha menenangkan aku di tengah kemelut hati yang sedang tak menentu.

Banyak yang mengatakan bahwa senyum dapat mengubah kesedihan menjadi kebahagiaan. Dewa 19 pun tidak segan-segan mengatakan bahwa semua dapat dihadapi dengan senyuman. Hingga pada akhirnya, semua masalah yang sedang kita hadapi saat ini akan baik-baik saja di kemudian hari. Entah di keesokan harinya, satu minggu ke depan, satu bulan, dua bulan, atau di waktu yang tepat. Senyum mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang ikhlas menerima segala keadaan yang sedang menimpa kita saat ini. Tak peduli seberapa besar masalah yang kita hadapi, tetaplah tersenyum agar orang-orang di sekitarmu ikut merasakan aura positif dari dalam dirimu.

Akan tetapi, bukankah sangat sakit jika terus bersembunyi di balik sebuah senyuman? Kapan kita harus menuangkan rasa kesedihan jika harus terus-menerus melemparkan sebuah senyuman kepada orang-orang? Apakah kita tidak berhak untuk bersedih barang beberapa menit saja?

Bersembunyi di balik sebuah senyuman adalah lara yang terus menggerogoti diri kita. Ia membuat manusia memalsukan perasaannya yang sebenarnya. Di balik senyuman yang manis tersimpan kesedihan yang pahit. Apakah awan hitam bisa menyembunyikan air hujan yang akan turun deras kepada bumi? Pada akhirnya, awan hitam tidak sanggup menyembunyikan semua itu. Ia akan menumpahkan hujan deras membasahi bumi.

Awan hitam tak pernah berbohong kepada perasaannya sendiri. Tatkala ia merasa sedih, ia langsung menuangkan segalanya kepada bumi. Hujan deras diibaratkan sebagai tangisannya yang tiada henti. Sampai pada akhirnya, saat semua sudah ditumpahkan, hujan pun berhenti, lalu bumi tersenyum melihat sang awan yang juga ikut tersenyum, memunculkan sosok pelangi yang berwarna-warni.

Bersembunyi di balik senyuman adalah praktik yang ampuh bagi manusia agar tetap terlihat tegar. Kenyataannya, hatinya sangat rapuh diterkam beragam masalah demi masalah. Tahun ini barangkali menjadi tahun di mana manusia sudah tidak sanggup lagi bersembunyi di balik senyuman. Jika sedih, biarlah ia menikmati kesedihannya dengan tenang. Tak usah memasang wajah senyum yang menandakan bahwa kamu sedang baik-baik saja. Toh, tahun ini benar-benar sangat berat bagi kita. Semua harapan musnah begitu saja akibat adanya pandemi virus corona. Manusia dipaksa untuk menyerang dengan keadaan. Tersungkur di dalam jurang kegelapan serta membiarkan dirinya membusuk diterkam oleh hewan buas.

Barangkali tahun ini adalah tahun yang sangat berat bagi kita. Senyuman tidak lagi seindah tahun-tahun sebelumnya. Dulu, saat melihat senyuman dari orang yang kita sayangi, rasanya dunia terlihat sangat indah. Aku berharap waktu berhenti sepersekian detik saja saat senyuman itu merekah di bibir orang yang aku sayangi. Sebab, senyuman itu akan selalu aku ingat sebagai momen di mana masalah dalam kehidupan akan hilang dalam sekejap.

Namun, tahun ini rasanya ada yang berbeda dari sebuah senyum. Setiap kali senyum itu hinggap di dalam dirimu, aku yakin kamu sedang tidak baik-baik saja. Kamu tidak bisa terus-terusan bersembunyi di balik sebuah senyuman. Sebab, pada akhirnya kesedihan harus bermuara di tempat yang semestinya, luka tidak bisa ditutup-tutupi begitu saja, serta perasaan berhak menentukan pilihannya, tidak bisa ditahan oleh logika manusia.

Akuilah bahwa tahun ini memaksa kita bersembunyi di balik sebuah senyuman. Hingga pada akhirnya, semua itu hanyalah omong kosong belaka. Tak ada manusia yang terus-terusan terlihat tegar, entah dihadapan orang yang mereka sayangi atau saat sedang sendiri. Sebab, pada akhirnya manusia akan rapuh di tengah badai kuat yang menerjangnya dari waktu ke waktu. Januari dan Februari mungkin menjadi awal bulan yang sangat bagus untuk meniti harapan di tahun ini. Nyatanya, dari Maret sampai saat ini badai itu terus menyerang kita dan kita terpaksa menjalani kehidupan, walau terasa berat. Setidaknya, kita masih dapat bertahan dari semua badai pandemi ini.

Selalu ingat bahwa setiap pagi akan selalu ada sore. Saat semangat kita sedang berapi-api di pagi hari, pada akhirnya kita harus merenung mengenai apa saja yang telah kita lakukan pada hari ini di saat sore hari. Manusia terlalu bersemangat menghadapi kehidupan, sampai lupa untuk merenungi setiap langkah kaki yang telah mereka lalui.

Setiap ada kebahagiaan, selalu ada kesedihan yang setia menemani jejak langkah kita. Tahun ini memang berat, jangan terlalu banyak bersembunyi di balik senyuman.



Post a Comment

0 Comments