Agustus: Bagaimana Membangun Cerita dari Rumah Saja?

Bukan, ini bukan tulisan yang akan memaparkan mengenai tips dan trik menulis cerita dari rumah saja. Jika ekspektasimu mengarah ke situ, lebih baik tinggalkan segera blog ini karena akan membuang waktumu.

Bagaimana aku bisa memberikan tips dan trik, wong, saat ini aku juga masih bingung bagaimana membangun cerita dari rumah saja.

Bayangkan saja, pagi-pagi bangun tidur, ngecek handphone, buka Instagram liatin insta story orang-orang sampai habis. Sudah merasa bosan, habis itu gantian buka Twitter, liat ocehan-ocehan orang-orang mengenai sambatannya terkait adanya corona di tahun ini.

"Corona asu"
"Gara-gara corona LDR-an ampe beberapa bulan, tai lah"
"Corona cepat pergilah biar gue bisa pergi ke Texas, jemput Sandy"

Umpatan demi umpatan dikeluarkan lewat Twitter perihal corona. Memang, kita sama-sama setuju bahwa tahun ini kehadiran corona memang sangat menyebalkan. Diundang saja tidak, tahu-tahu berkunjung ke negara kita. Padahal, kan kata pemerintah corona bakal susah masuk ke Indonesia karena izin masuknya susah. Tapi, nyatanya, masuk-masuk saja tuh corona.

Selain umpatan mengenai corona, Twitter juga diisi dengan perdebatan-perdebatan tidak penting yang diciptakan oleh warga setempat.

"Makan bubur enaknya diaduk apa gak, ya?"
"Dimsum bacanya pake a atau pake u?"
"Kalau boker, afdholan ngeluarin kotorannya dulu atau kencing dulu, ya?"
Dan perdebatan tidak penting lainnya yang pasti muncul di timeline Twitter.

Meskipun terkadang berisi umpatan, sambatan, serta perdebatan yang tidak penting, Twitter terkadang memberikan kita lelucon-lelucon yang cukup jenaka. Dijamin kamu akan langsung ngakak kocak walaupun baru bangun tidur dan belum mengumpulkan nyawa seutuhnya.

Postingan-postingan kocak biasanya disajikan dengan beragam format. Mulai dari tulisan, foto, hingga video. Meme-meme yang muncul di Twitter seakan-akan menjadi peredam api yang dihasilkan oleh sambatan dan juga perdebatan di atas. Yah, bisa dibilang sejauh ini Twitter menjadi media sosial favoritku dibandingkan dengan Twitter.

Selepas ngakak kocak dan sempat dibawa emosi karena melihat postingan di Twitter, aku pun kembali tidur dan meletakkan handphone di sampingku.

Nah, apa yang mau diceritakan dari semua ini? Bagaimana aku menyusun cerita mengenai langkah kakiku yang berdansa dari pulau ke pulau kalau kerjaanku hanya di rumah saja dan bermain handphone

Tanpa terasa, saat mata ini kembali terbuka, jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Ternyata, cukup lama juga aku terlelap. Tidak melakukan aktivitas apa-apa, hanya tidur dan tidur, kapan aku mulai membangun cerita dari rumah saja?

Siang sampai sore pun, aktivitasku tidak jauh berbeda seperti yang telah aku lakukan di pagi hari. Menjelang malam hari, biasanya aku mulai membuka laptop untuk mencoba membangun cerita. Namun, apa daya, ide tidak ada, imajinasi entah pergi ke mana, sedangkan pikiranku masih tidak mau bekerja. 

"Ah, kenapa sih tahun ini harus ada corona? Kan aku jadi tidak bisa pergi dan menceritakan cerita perjalananku melalui blog ini" Sambatku melalui Twitter.

"Corona asu" agar lebih afdhol, aku tambahkan kata-kata kasar di akhir sambatanku.

Laptop telah dibuka, namun ide dan imajinasi tidak ikut terbuka. Tatapan kosong mengarah ke depan laptop dan mencoba untuk mengetik barang beberapa kalimat.

Sudah hampir satu paragraf, pas dibaca-baca, kok, aneh jalan ceritanya. Kemudian, aku hapus lagi dan draft blog pun kembali kosong.

"Hmm, sepertinya ada yang salah dengan pikiranku" batinku.

Untuk mengatasi hal ini, aku mencoba untuk membuat mie instant di malam hari untuk melancarkan imajinasiku. 

Mie instant sudah jadi dan siap aku santap. Tidak ada yang lebih nikmati dari suara seruputan dari mulut yang memakan mie instant. Bahkan, kalau boleh jujur, suara tersebut saat ini bisa mengalahkan suara syahdu angin di malam hari pada ketinggian.

Mangkok pun sudah kosong, kini aku kembali duduk di depan laptop dan bersiap untuk melanjutkan tulisan.

Mulai menulis lagi, perlahan-lahan hingga jadi sebuah paragraf. Lalu, dibaca kembali, tetapi masih merasa tidak bagus tulisannya. Kejadian tersebut berulang sampai 22 kali. Tak kunjung membangun cerita, aku pun merasa kesal dan langsung menutup laptop--tanpa menorehkan satu kata pun.

Bagaimana aku membangun cerita dari rumah saja kalau begini terus keadaannya? Apa aku harus mengganti nama blogku dari perjalananadibio.com menjadi stayhomeadibio? Tidak ada tulisan apa-apa di blog karena tidak ada satu pun cerita yang bisa aku tuliskan.

Malam itu, pikiran dipenuhi dengan keresahan yang begitu mendalam. Sudah hampir setengah tahun keadaan seperti ini. Tidak kunjung membaik malah justru semakin memburuk. Corona benar-benar menyebalkan. Aku jadi tidak bisa menuangkan cerita perjalanan dan hanya berakhir dengan sambatan demi sambatan.

Sudahlah, mari tidur kembali dan lakukan aktivitas yang sama di keesokan hari.





Post a Comment

0 Comments