Gunung Merbabu Via Wekas Dengan Segala Kenangan Di Dalamnya

Sejak pertama kali aku mengenal gunung merbabu yang terlintas di dalam pikiranku hanya satu: surga Indonesia. Merbabu selalu berhasil membuatku jatuh cinta lagi dan lagi tanpa harus takut akan patah hati. Setiap kali berkunjung kesana, hatiku selalu terpaut dengan nyiur angin yang syahdu di sekitaran pos 2 serta beribu bintang yang benderang di langit malam. Tak pernah ada kata bosan untuk mengunjungi merbabu. Meskipun terkadang aku merasa lelah karena harus menapaki jalur merbabu via wekas yang sangat menguras tenaga, namun bagaimana caranya kamu menghentikan orang yang sedang jatuh cinta? menasihatinya saja merupakan pekerjaan yang sia-sia. 

Pertama kali aku mengenal merbabu ketika tahun 2014. Saat itu aku bersama teman kuliahku yang di UII, sekitar empat orang mendaki merbabu via cunthel. Cunthel merupakan jalur merbabu yang terletak di daerah Kopeng, sama seperti Thekelan, Gancik, dan Wekas. Setelah itu, aku benar-benar jatuh hati terhadap merbabu. Dari beberapa jalur yang tersedia, sejatinya aku sudah pernah mencobanya semua kecuali Thekelan dan Gancik. Jalur yang sering aku lewati ketika mendaki merbabu adalah Wekas. Memang, jalur ini berhasil membuatku merasa nyaman. Mata airnya yang melimpah di pos 2, pertigaannya yang sangat terbuka, jembatan setan, serta bukit-bukit yang selalu memanjakan mata berhasil membuat lemari ingatanku mengosongkan tempat khusus untuk merbabu via wekas.

Merbabu via wekas meninggalkan kenangan yang sangat indah bagiku, terutama pada tahun 2015 pada awal tahun. Saat itu aku sedang mendaki merbabu via wekas bersama tiga temanku, Robbi, Tyok dan Dandha. Pendakian tersebut benar-benar sangat menyebalkan karena kami harus melawan hujan yang sangat deras sepanjang pendakian. Bahkan saat mendirikan tenda di pos 2 hujan masih saja turun dengan deras sehingga kami mendirikan tenda seadanya. Setelah itu, di dalam tenda air pun pada masuk ke dalam tenda sehingga kami tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Semalaman kami melawan badai yang kencang. Di pagi hari cuaca pun tidak terlalu bagus karena kabut menyelimuti merbabu. Kami pun memutuskan untuk mendaki sampai pertigaan saja. Pertigaan yang aku maksudkan adalah pertigaan dengan tempat yang sudah terbuka. Apabila ke kiri kamu akan menuju ke tower pemancar, sedangkan apabila ke kanan kamu akan menuju ke puncak. Sampai di pertigaan kami langsung turun lagi dan bersiap-siap untuk pulang.

Pengalaman yang paling menarik dari pendakian merbabu via wekas tahun 2015 adalah ketika aku hendak turun dari basecamp dengan menggunakan motor. Pada waktu itu aku dan Robbi satu motor dari basecamp. Jalanan dari basecamp ke jalan raya berupa turunan yang cukup tajam. Aku dan Robbi menggunakan motor matic ketika turun. Pada awalnya tidak terjadi apa-apa. Namun di tengah perjalanan tiba-tiba motor yang kami naiki blong remnya dan mesin tidak bisa dinyalakan. Seketika kami pun panik dan bingung harus bagaimana. Di depan banyak sekali anak kecil dan motor kami melaju dengann kencang. Mukaku sangat pucat dan yang aku pikirkan pada waktu itu adalah selamat. Motor melaju kian kencang dan sangat sulit untuk menghentikannya. Hingga pada akhirnya Robbi menabrkan motor tersebut ke sawah milik warga dan aku pun terpental jauh. Seketika itu pula aku amnesia ringan dan lupa dalam waktu beberapa menit.

Di atas adalah sedikit cerita flashback ketika melakukan pendakian merbabu via wekas. Kemarin, aku kembali melakukan pendakian merbabu via wekas. Sesaat setelah sampai basecamp memori ingatan ini langsung bertebaran dimana-mana. Masih teringat dengan jelas tempat dimana aku dan Robbi jatuh di sawah milik warga serta rumah warga yang menolongku kala itu. Di setiap sudut merbabu via wekas, otakku tidak henti-hentinya bekerja untuk mengingat semua kejadian yang ada di sini beberapa tahun lalu. Kini aku akan kembali menapaki jejak kenangan yang sangat indah.

Hari Sabtu tanggal 6 Juli 2019 aku dan enam temanku, Kumoy, Ajat, Harish, Rais, Gogon dan Anam melakukan pendakian merbabu via wekas. Kami sampai di basecamp wekas sekitar pukul 13:00 WIB. Sesampainya di sana kami bergegas melakukan packing ulang dan mengisi perut agar tidak kosong. Lantas kami pun memesan nasi rames di rumah warga dan makan dengan lahap.

Perut sudah terisi, namun tampaknya ada suatu masalah yang mengisi pikiran. Usut demi usut ternyata kami lupa membawa senter. Mau tidak mau kami harus menyewa senter di area basecamp. Untung saja, kami mendapatkan headlamp dan baterai sehingga kami tidak akan melawan gelapnya malam di gunung nanti. Setelah semua barang telah beres, kami bergegas melakukan pendakian tepat jam 14:15 WIB. 

Jalur awal dari  basecamp

Foto dulu sebelum mendaki
Jalur awal lumayan menanjak dengan struktur aspal. Jalur seperti ini merupakan jalur yang membuatku sebal. Namun tidak apa, di sekitar sini banyak sekali sawah milik warga yang ditanami berbagai jenis tumbuhan. Pemandangan ini membuatku melupakan jalur aspal ini. 

Setelah sekian lama aku tidak melewati jalur wekas, banyak sekali perubahan yang telah terjadi di jalur pendakian. Salah satu yang paling terlihat adalah jalur menuju makam yang sudah dialokasikan ke jalur lain. Kali ini jalur belok kanan dan menuju ke Top Selfie. Di sana ada plang yang menunjukkan kalau lurus menuju makam dan belok kanan menuju Top Selfie. Benar saja, perubahan yang terjadi di sini sangat drastis. Tak mau kalah dengan jalur tetangga, yaitu cunthel yang ada top selfienya, kini di wekas pun ada top selfie yang memiliki pemandangan langsung gunung andong.

estimasi waktu pendakian

spot foto

Merbabu pass
Kami istirahat sejenak di sini sembari menikmati pemandangan kabut. Sedari tadi memang kabut menguasai langit sore ini. Tak apa, semoga nanti kabut ini akan mengalah dengan sinar senja. Puas istirahat, kami bergegas menapaki langkah kembali menuju ke pos 1.

Jalur menuju pos 1 terbilang belum terlalu terjal. Jam masih menunjukkan pukul 15:00 WIB. Kami pun berjalan santai dan menikmati jalur yang ada. Tak terasa kami sampai di pos bayangan 1.

pos bayangan 1
Langkah demi langkah terus diayun, hembusan nafas sudah semakin terengah-engah. Di atas langit sana kabut semakin menipis dan digantikan oleh sinar senja. Kami pun tiba di pos 1 dan istirahat sebentar untuk menunaikan sholat ashar. Di pos 1 terdapat shelter yang dapat dijadikan tempat duduk. Selesai istirahat kami kembali melakukan pendakian. Dari pos 1 ke pos 2 jalur sudah mulai lumayan terjal sehingga aku harus bersiap-siap untuk menepis segala berita hoax seperti "pos  2 tinggal 5 menit lagi".




Sepanjang jalur menuju pos 2 banyak sekali paralon sehingga kamu harus berhati-hati dalam mengambil langkah. Paralon ini merupakan aliran mata air yang menuju ke pos 2. Semakin kencang suara gemericiknya maka semakin dekat dari pos 2. Jalur terjal di sore hari sangat menguras tenagaku. Untung saja, di atas cakrawala sana senja sedang tersenyum memperhatikanku di bawah sini. Sinarnya membuat rasa lelahku hilang seketika walaupun sebenarnya masih lelah. Beruntunglah bagi siapa saja yang dapat menikmati senja dari atas gunung. Sangat syahdu dan merdu. 



Perlahan-lahan kami melanjutkan langkah untuk sampai di pos 2. Di pos 2 nanti kami akan mendirikan tenda dan istirahat sebelum nanti melakukan summit ke puncak. Jalur pun sudah mulai datar dan rapat oleh tanaman. Apabila sudah seperti itu maka pos 2 sudah dekat. Benar saja, akhirnya kami sampai dengan pos 2 yang sangat luas dengan mata air yang melimpah. Dari sini, aku masih dapat melihat senja yang sebentar lagi akan hilang dari cakrawala.



Sampai di pos 2 kami langsung mendirikan tenda karena cuaca sudah sangat dingin. Waktu itu sekitar pukul 18:00 WIB kami sudah tiba di pos 2. Dua tenda pun dirikan berhadapan agar terlihat hangat. Sayangnya satu tenda kami harus mengalami masalah karena framenya sudah patah. Walaupun begitu temanku yang sangat kreatif, Anam, langsung membetulkan tenda tersebut dengan pasak jeruji dan akhirnya tenda dapat berdiri dengan kokoh. Tenda dan flysheet sudah dipasang, lalu kami memasak makanan untuk dinner. Malam itu kami memasak sosis dan bakso goreng, sop bakso, mie serta nasi. Alhamdulillah, menu malam ini benar-benar sangat menggoda dan menggairahkan nafsu makan.



Sehabis makan rasa kantuk pun menyerang kami. Tepat pukul 21:00 WIB kami bersiap-siap untuk tidur sebelum melakukan summit pada jam 03:00 WIB. Di  atas sana, bintang-gemintang bersinar sangat terang dengan jumlahnya yang tak terhingga. Bagian inilah yang aku sukai dari naik gunung ketika cuaca cerah. Kamu dapat bersantai di luar tenda sembari menatap langit dengan hiasan bintang yang tersebar dimana-mana. Bahkan terkadang kamu bisa melihat bintang jatuh dari bawah sini. Ah, indahnya hotel bintang tak terhingga. Oh ya, sebelum tidur aku menyempatkan diri untuk keluar tenda sejenak dan kencing lalu melihat bintang di atas sana.

Kami pun terbuai dalam mimpi masing-masing dan membiarkan angin berdiskusi di luar sana.

Tepat pukul 02:30 WIB kami bangun dan bersiap-siap untuk melakukan summit. Di luar sana udara sangat dingin sehingga membuat rasa malas semakin tinggi. Sebelum melakukan summit, kami membuat susu, mie dan packing perbekalan makanan untuk dibawa waktu summit. Setelah semuanya beres, kami lalu keluar tenda dan menikmati udara angin pada dini hari. Ah, dinginnya. Kendati demikian, bintang di atas sana masih setia menemani kami di pos 2 merbabu wekas ini.

Jalur dari pos 2 ke pos 3 lumayan terjal. Kali ini banyak pasir yang menghiasi jalur sehingga debu membuat hidung tidak enak. Mendaki pada dini hari bagiku lumayan enak. Rasa dingin perlahan-lahan hilang karena kita bergerak dan tidak terlalu boros air. Untung saja pada waktu itu cuaca benar-benar sangat bersahataban sehingga angin tidak terlalu kencang.

Hal yang paling aku sukai ketika mendaki pada dini hari dan cuaca bagus adalah pemandangan atas dan bawah sama-sama terang. Atas yang aku maksudkan adalah bintang, sedangkan bawah adalah lampu-lampu kota. Dari sini, pemandangan tersebut sudah terlihat dengan jelas. Perlahan-lahan kami melanjutkan pendakian untuk menuju  pertigaan. Sebentar lagi jam menunjukkan pukul 05:00 WIB. Kami pun mencari tempat datar untuk menunaikan sholat subuh.

Dari tempat sholat subuh, pertigaan sudah tidak jauh dan terlihat dari sini. Sesampainya di pertigaan, kami langsung disuguhkan dengan pemandangan sunrise yang sangat indah di samping bukit hijau. Sedang di belakang kami sindoro sumbing menyapa dengan indah seraya melambaikan tangannya dan berucap, "selamat pagi manusia". Ah, di pertigaan inilah pertama kalinya aku merasa jatuh cinta terhadap merbabu via wekas.




Hadirnya mentari berhasil menghangatkan tubuh dan kenanganku di merbabu via wekas. Semua kenangan di sini perlahan-lahan mulai bermunculan dan keluar dari pikiran, hendak terbang kemana dan aku hanya berdiam diri di sini menikmatinya seraya memandangi ciptaan Tuhan yang sangat indah. Mulut tetap tak bisa berkata apa-apa, sedang pikiran sibuk merekam segala kejadian yang berada di sini.

Seusai puas dengan pemandangan yang indah di pertigaan, kami melanjutkan pendakian menuju puncak kecuali aku. Aku sendiri lebih memilih untuk turun lagi ke pos 2 karena merasa capek. Sebelumnya aku sudah melakukan perjalanan ke Yogyakarta sehingga aku tidak ingin memaksakan fisik dari tubuhku.

Dari pendakian ini aku benar-benar memahami kalimat "Tujuan dari mendaki itu bukanlah puncak, melainkan pulang dengan selamat". Sebenarnya aku ingin sekali ikut menuju puncak bersama temanku. Namun aku tidak mau memaksakan fisikku sehingga aku memutuskan untuk turun lagi ke pos 2. Banyak sekali pendaki yang memaksakan kehendak untuk menuju puncak, padahal puncak itu sendiri sudah ia dapatkan ketika berhasil menguasai diri mereka sendiri. Puncak tidak akan kemana-mana, jadi tidak perlu khawatir. Khawatirlah terhadap jodohmu yang kemana-mana. Ups.

Sekian cerita perjalananku kali ini, semoga bermanfaat untuk yang membaca. Terima kasih karena telah berbagi rasa di blogku. Sampai jumpa, salam lestari!.


Post a Comment

0 Comments