Cerita Tentang Gunung Semeru Part 2

Hari Ketiga: Membulatkan Tekad

Kalimati membuat suasana Semeru terlihat sedikit menyeramkan. Pepohonan di sekitar area camp cukup membuat tendaku hangat kala itu. Hanya saja, bulu tangan kadang-kadang merinding ketika berada di Kalimati. Entah apa benar Kalimati memang menyimpan mistis seperti yang dikatakan para pendaki lain, namun suasana disini memang sangat berbeda dibandingkan dengan pos-pos lainnya di Semeru. Rerumputan yang membentang luas layaknya sabana cukup berhasil membuat Kalimati terlihat sangat syahdu, walau pada kenyataannya hanya itu saja yang aku kagumi sejauh ini dari Kalimati. Di Kalimati selain menemukan sabana yang sangat luas serta pepohonan yang rindang, kamu juga dapat menemukan sumber mata air yang letaknya sangat jauh dari area camp. Jarak yang ditempuh untuk menuju ke mata air berkisar kurang lebih satu jam. Disarankan bagi kamu yang hendak mengambil mata air di Kalimati jangan terlalu malam. Karena saat briefing nanti kamu akan mengetahui bahwa tak hanya pendaki saja yang hendak mengambil mata air di Kalimati.

Sedari jam 7 malam tadi aku sudah berada di dalam tenda dan tidur. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Waktunya para pendaki bersiap-siap untuk melakukan summit ke puncak. Sebenarnya batas pendakian hanya sampai Kalimati seperti yang telah dikatakan oleh petugas registrasi di basecamp. Namun siapa yang berhasil menahan godaan lambaian dari puncak Mahameru yang telah mengayun sedari di pos Jambangan? Semua tentu ingin menapaki kakinya di atas puncak Semeru, atapnya pulau Jawa. Tak terkecuali aku. Pada awalnya aku sempat malas untuk melakukan summit karena aku tidak terlalu menyukai jalur pasir. Seperti halnya di Merapi, aku sama sekali tidak pernah berada di puncak Merapi setelah dua kali kesana. Selain malas, aku juga sempat merasa tidak percaya diri ketika hendak melakukan summit. Bagaimana tidak, puncak Semeru yang sangat gagah dilihat dari Jambangan membuat nyaliku sempat menciut. Apakah bisa langkah kakiku menapaki jalur pasir Mahameru? Apakah aku berhasil melewati semua itu dengan pikiran yang kemana-mana? Setiap pertanyaan selalu saja muncul dan tak ada jawaban sama sekali. 

Di dalam tenda aku masih berusaha untuk membulatkan tekadku melakukan summit. Dengan sepenuh hati serta rasa semangat yang tinggi, maka pada waktu itu, tepat pukul 00.30 WIB aku memutuskan untuk melakukan summit Mahameru, puncaknya para Dewa. Sebelum melakukan summit, aku membuat kopi terlebih dahulu serta memakan roti. Selain itu, aku dan temanku juga mempersiapkan satu tas untuk dibawa summit dengan diisi oleh air mineral dan beberapa makanan untuk di puncak nanti. Setelah persiapan fisik dan mental sudah siap, maka aku keluar tenda dan mencari rombongan lain untuk melakukan summit bersama. Hal itu  aku lakukan karena aku hanya berdua saja dengan temanku. Setelah mendapatkan rombongan, kami pun melakukan summit sekitar jam 01.15 WIB.

Oh ya, aku melakukan summit bersama rombongan dari Tangerang. Mereka terdiri dari enam orang; tiga cowok dan tiga cewek. Namun saat perjalanan baru dilalui beberapa langkah, salah satu cewek dari rombongan tersebut merasa mual dan pada akhirnya ia harus turun ditemani oleh temannya yang cowok. Jadilah aku melakukan summit dengan empat orang rombongan dari Tangerang. Rasanya sangat indah sekali kala itu. Di gunung semua bisa kenal sama siapa saja tanpa harus merasa gengsi atau apapun. Hangatnya obrolan membuat malam itu sedikit terasa tidak dingin walau pada kenyataannya suhu Mahameru berhasil membuat tangaku mati rasa. Namun, kehangatan sesama pendaki membuat Mahameru sangat syahdu kala itu.

Jalur pasir membuat langkah kakiku lebih banyak mundurnya daripada kedepan. Setiap langkah yang aku tapaki terkadang membuat pasir turun ke bawah bersama kakiku yang satunya. Langkah perlahan adalah salah satu metode yang tepat untuk melakukan summit Mahameru. Udara dingin kian menusuk tulang dan pergerakan tubuh harus dilakukan sesering mungkin. Tidak boleh berhenti terlalu lama karena akan membuat pergerakan tubuhmu mati rasa. Tanganku pun sudah mulai merasakannya. Dinginnya membuat tanganku kesusahan untuk menggapai bebatuan dan pasir yang ada di sekitar jalur summit.

Langkah demi langkah pun telah aku kerahkan semaksimal mungkin. Hingga pada akhirnya jarum jam telah menunjukkan pukul 05.30 WIB dan cahaya mentari berhasil mengusir dinginnya Mahameru. Hangatnya menyelimuti relungku dan pada momen ini aku benar-benar sangat bersyukur telah berada sejauh ini, berkad tekadku serta semangatku.

mentari terbit dilihat dari jalur summit semeru

isitirahat sejenak


Banyak sekali pendaki yang menunjukkan rasa kagumnya terhadap keindahan Mahameru serta alam semesta. Tuhan selalu memiliki caranya tersendiri untuk menyapa ciptaanNya pada pagi hari, dan kini aku menyambutnya dari jalur summit Mahameru. 

Sudah sekitar lima jam aku melakukan summit namun belum sampai puncak juga. Memang sih, aku lebih banyak istirahatnya dibandingkan dengan muncaknya. Maklum saja, selain jalurnya yang terjal, aku masih ingin menikmati indahnya Mahameru dari sisi sini, sembari menikmati rasa lelah dan kantuk. Tak jarang angin yang sepoi-sepoi hampir berhasil membuat mataku tertutup. Untungnya, cuaca hari ini sangat cerah.

penampakan jalur summit

gagahnya gunung Semeru
Bendera merah putih berkibar kencang dari pandangan. Para pendaki bilang bahwa puncak ditandai dengan adanya bendera merah putih. Seketika aku pun merinding, berasa belum siap untuk bertemu dengan puncak Mahameru. Langkahku pun sudah tergontai-gontai karena rasa lelah yang luar biasa. Sedikit lagi kakiku akan berada di atas atap pulau Jawa. Perlahan-lahan aku melangkahkan kaki dengan pasti serta suasana hati yang bergemuruh. Hingga pada akhirnya kaki ini berhasil berada di atas atap pulau Jawa. Seketika aku mencium bendera merah putih dan melakukan sujud syukur. Segalanya terlihat indah dari atas sini. Tekad yang bulat berhasil mengantarkanku di puncaknya para Dewa, Mahameru. Rasa terima kasihku atas Tuhan tak ada hentinya. Indonesia, surgaku, bersyukur aku lahir di tanah air tercinta ini. Di puncak, para pendaki tidak bisa menutup rasa haru serta bangganya. Semua merayakannya dengan berfoto ria dan penuh kesenangan. Tak ada penderitaan kala itu, bahkan rasa lelah pun pupus seketika.

gas beracun Mahameru keluar

merayakan rasa lelah

muka sudah tidak terkontrol
Melepas bahagia di puncak Semeru benar-benar sangat melegakan. Setelah semuanya puas, maka aku pun turun dari puncak dengan rasa campur aduk;bangga, sedih, haru bahagia dan lainnya.

Hari Keempat: Meregangkan Rasa

Beribu kata sudah berada di dalam pikiran. Entah bagaimana caranya aku mengeluarkan kata-kata tersebut. Turun dari puncak Mahameru, hati ini masih tidak percaya kalau aku sanggup berada di atas puncaknya para Dewa. Rasa bangga terhadap diri sendiri tentu saja ada. Seandainya aku tidak jadi melakukan summit, maka penyesalan akan terus menghantuiku sepanjang jalan pulang. 

Bukan penyesalan tentu saja yang mengikutiku, melainkan berbagai rasa yang menghantuiku di sepanjang jalan pulang. Tak mengerti rasa apa yang aku rasakan saat ini ketika turun dari Semeru. Melewati Kalimati, Jambangan, Cemoro Kandang, Oro-Oro Ombo serta berhenti lagi di Ranu Kumbolo berbagai rasa tersebut masih menghantuiku di setiap langkah. Memang, aku berencana untuk menginap semalam lagi di Ranu Kumbolo sebelum memutuskan untuk pulang. Rasanya sangat nikmat menikmati keindahan Ranu Kumbolo lagi sembari mengingat puncak Mahameru.

Hari sudah malam kala aku sampai di Ranu Kumbolo. Suasananya masih sama seperti yang aku rasakan di hari pertama kala itu. Pendaki masih terlihat ramai dengan aktifitasnya masing-masing. Para penjual juga masih setia di warungnya untuk melayani para pendaki. Serta gemericik air danau Ranu Kumbolo masih sangat syahdu dengan beberapa kabut yang berada di atas airnya. Terombang-ambing di terjang angin membuat kabut tersebut terlihat seperti kumpulan asap yang berada di atas panggung konser musik. Sedang di atas langit, bintang-gemintang masih terlihat sejuk, seolah-olah melengkapi pemandangan malam ini di Ranu Kumbolo. Ah, indah rasanya meregangkan segala rasa disini, di Ranu Kumbolo.


ranu kumbolo dari sisi kiri
Pagi harinya aku pun bersiap-siap untuk kembali lagi ke basecamp, dengan beban rasa yang sudah berkurang karena telah aku regangkan semalam. Mungkin bagiku Ranu Kumbolo merupakan tempat yang pas untuk mengatur segala rasa yang telah kamu rasakan tatkala sudah sampai di atas puncak Mahameru. Menginap sehari sebelum pulang kembali adalah keputusan yang tepat. Berbincanglah dengan alam di area Ranu Kumbolo, curahkan segala ceritamu selama di gunung Mahameru dan biarkan air membawanya ke dalam imajinasimu.

Semeru, terima kasih telah membuatku mengerti arti pulang.

Post a Comment

0 Comments