Kenangan dan Kemenangan

Ketika hujan sedang turun membasahi bumi, ingatanku berlarian ke arah kenangan yang telah kita jalani bersama. Aku masih ingat bagaimana kamu mengusap hidung kamu dengan jari-jari lentikmu, aku masih ingat bagaimana tatapan matamu mengarah tepat ke dalam mataku sehingga terekam jelas di dalam memori ingatanku. Hujan tampaknya selalu berhasil menunjukkan kenangan-kenangan semua manusia, atau mungkin hanya aku saja, entahlah. Sebab, setiap kali hujan banyak sekali  manusia-manusia yang dilanda kenangan yang begitu luar biasa, terutama diriku ini, yang sedang mengenangmu dengan dalam.

Kenangan menghidupkan manusia atau manusia yang menghidupkan kenangan?

Bertahun-tahun aku hidup di dunia ini, beribu langkah telah aku ayunkan, berbagai macam manusia telah aku temui, kenangan selalu hadir menjelma dengan berbagai bentuk rupa. Di setiap pertemuan dan kesempatan, kenangan selalu datang menghampiri untuk sekadar bertegur sapa kepada manusia yang telah menjejakkan kakinya di bumi ini. Entahlah, mungkin ini hanya imajinasiku saja. Barangkali saat Tuhan sedang menciptakan manusia dengan akal dan ruh yang ditaruh di atas langit sana, Tuhan juga menyelipkan kenangan kepada manusia yang hendak ditiupkan ruhnya untuk berada di muka bumi ini. Sehingga saat kita telah keluar dari perut ibu kita, kita langsung merekam kenangan bagaimana tangis haru orang tua kita saat melahirkan kita. Bagaimana kita berusaha untuk berjalan di atas kaki kita sendiri dengan dibantu oleh orang tua kita. Tentu saja, kita sangat sulit merekam kenangan tersebut sebab saat masih kecil daya kenangan kita belum terlalu besar. Kita dapat mengenang momen tersebut melalui perantara seorang bayi saat kita sudah berumur dewasa.

Apa mungkin kenangan yang menghidupkan manusia?

Hujan masih terus membasahi bumi. Sedang aku disini sedari tadi dihujam dengan berbagai kenangan yang telah aku lewati. Aku tak bisa menangkis begitu saja hadirnya kenangan, terlebih di saat hujan. Seringkali aku beranggapan, bahwa adanya kenangan justru semakin membuat langkah kita akan semakin perlahan untuk berjalan kedepan. Berdiam diri begitu saja dengan asyiknya, sehingga lupa bahwa ada tantangan yang harus dihadapi di depan. Asyik dengan kenangannya tanpa melihat kemenangannya. 

Ah aku baru saja menemukan sesuatu yang baru. 

Barangkali saat hujan tak melulu soal kenangan, melainkan soal kemenangan. Manusia terlalu sibuk dengan apa yang telah ia jalani, sampai ia lupa dengan apa yang harus ia jalani. Kemenangan tentu menjadi sebuah kata yang paling menarik untuk manusia yang sedang berjuang demi sesuatu yang ia inginkan. Memberikan usaha terbaiknya, berdoa kepada Tuhan, lalu berharap kata kemenangan tersebut akan muncul di hadapannya. Setiap kita tentu mempunyai target-target tersendiri untuk meraih kemenangan tersebut. Seperti misalnya, saat ini aku sedang mengalami masa-masa akhir mahasiswa, tentu kemenangan yang aku inginkan adalah sebuah prosesi wisuda. Proses yang dilalui tentu harus menyelesaikan skripsi serta melakukan sidang. Kemenangan terkadang lebih indah untuk dijalani ketimbang kenangan itu sendiri. Di saat hujan, cobalah sesekali mengatur kemenanganmu sendiri agar tak melulu terpendam dalam sebuah kenangan.

Jadi, manusia yang menghidupkan kenangan?

Rintik hujan masih senantiasa membasahi bumi. Di jalanan, orang-orang sedang lalu lalang untuk sekadar membeli makanan atau minuman untuk mengisi perut mereka. Ada juga yang menyediakan jasa ojek payung untuk kebutuhan perut mereka. Sedang aku, di pojok kedai kopi ini sedang berusaha menyusun aksara yang sedari tadi berkeliaran di luar sana kala hujan. Aku ingin mengabadikan apa saja yang telah terekam dalam ingatan. Pikiran ini tak henti-hentinya menangkap segala kenangan yang hadir di masa lalu. Sedang mata ini menuju kepada arah yang mengaburkan pandangan, namun berusaha untuk fokus kepada langkah kemenangan.

Sebab, hidup tak selalu tentang kenangan yang harus diingat, melainkan ada sebuah kemenangan yang harus jadi pengingat.

Gunung Merbabu

Post a Comment

0 Comments