Lingkaran Persahabatan, Juga Kedatangan sang Kesedihan

Gemerlap cahaya bintang di atas menggantikan tugas sang matahari sedari tadi pagi. Kerlap-kerlip cahaya nya selalu berhasil membuat mata ku sesekali menengok ke atas untuk memastikan kehadirannya. Padahal ah, kau ini siapa? berani-beraninya membuatku untuk memastikan kehadiranmu, tentu aku tak begitu mengagumi, tak lebih. Namun kehadiranmu selalu saja di nanti-nanti oleh orang, termasuk diriku pada saat malam telah tiba. Barangkali, bintang merupakan sesuatu hal yang sangat dinanti saat malam hari, untuk menghiasi langit malam yang tampak gelap. Langit malam ini cukup cerah, angin yang berhembus tak begitu terlihat seakan ia sedang marah. Walaupun terlihat cerah, tetap saja bagiku langit malam sangatlah kejam--selalu menghadirkan senyuman yang tak pernah kuharapkan kehadirannya. Di atas, kehidupan seolah-olah sedang terjadi, hangatnya cahaya bintang yang mencoba menetralisasi kejamnya langit malam membuat kehidupan di bawah menjadi sangat nyaman pada malam hari itu.

Tak terkecuali bagi mereka, para kumpulan orang-orang yang berani berjuang.

Di bawah sini, tepatnya di sebuah rumah yang dinaungi oleh hangatnya cahaya bintang dan kejamnya langit malam, tercipta sebuah kehangatan yang tak kalah hangatnya dari cahaya bintang. Kehangatan yang tercipta dari para kumpulan orang yang berjuang dalam lingkaran persahabatan. Tak perlu lagi aku menjelaskan bagaimana proses mereka saat berjuang dalam lingkaran persahabatan, mungkin saat kau bertanya tentang prosesnya, aku akan bertanya pada sang waktu, tepatnya pada sang waktu yang telah bergulir selama 10 tahun. Mereka saling berbagi kebahagiaan pada saat bertemu kembali, maklum saja sekarang mereka sudah sangat jarang sekali bertemu, berbeda dengan dahulu yang ingin bertemu hanya melangkahkan kaki saja ke kamar sebelah. Bercerita tentang hal apa saja yang mereka temui saat berpisah, tentang kejadian apa saja, tentang hal bodoh sekalipun. Bagi mereka hal bodoh merupakan hal yang sangat lucu, seperti yang dikatakan Fourtwnty dalam lagu Fana Merah Jambu. Berbagi cerita tentu menu utama dalam malam itu, selain menu-menu seperti ayam bakar, sosis bakar, dan lain-lain. 

Wah  siapa lagi nih yang bakal nikah? gila yah syawal udah pada mau nikah ajah
Lu kapan nikah?
Skripsi sampe mana bos?
Calon-calon pengangguran udah siap?
hahahaha  anjir, lakon rabine keri bos
Wisuda dulu bego
Woy jangan lagu dangdut ngapa buset.

Obrolan-obrolan yang tak bermutu kala itu, selalu membuat mereka tak peduli terhadap dunia yang sedang mereka hadapi sekarang. Selalu berhasil membuat mereka berpaling dari sisi dunia yang lain, dunia yang dibuat oleh mereka sendiri. Ya, semua melebur di dalam sebuah alunan melodi persahabatan, bergemuruh dalam ikatan persaudaraan, bernostalgia menjadikan segala hal yang tak terlupakan menjadi sebuah kenangan yang abadi. Tertawa, bercanda, malam itu tak pernah lepas dari lingkaran mereka, bersatu padu membuat hangatnya malam itu semakin gila. Barangkali, kesedihan tak sempat mengantarkan dirinya kepada mereka malam itu, terhalang oleh rasa sedih yang lebih mendalam kala menatap pintu lingkaran mereka. Melupakan sejenak segala beban yang terjadi pada mereka di dalam lingkaran tersebut seolah-olah meringankan pikiran yang tak sempat menatap sebuah cahaya dalam kegelapan. Kini, cahaya itu jelas adanya. Ditambah hangatnya cahaya bintang-bintang di langit, juga hangatnya kebersamaan dalam sebuah lingkaran persahabatan. Begitu menenangkan, begitu menyenangkan.

Lingkaran persahabatan macam apakah ini?

Mungkin saja, mereka semua berharap agar momen ini tak pernah terlupakan. Ah tentu saja, kau tak usah berharap akan hal itu. Ingatan manusia selalu tak pernah lepas dari sebuah kenangan. Kebahagiaan yang dirangkai sedemikian rupa seakan membentuk sebuah lorong waktu yang menuntunnya kepada sebuah dimensi kebahagiaan. Mungkin saja, sebagian dari mereka ingin sekali menghapus kata perpisahan dalam KBBI pada malam itu, sehingga tak ada lagi kata perpisahan di antara mereka. 

Namun, tak bisa dipungkiri. Perpisahan tetap datang pada waktunya, kau tak perlu mengusirnya, tak akan bisa. Perpisahan selalu ada pada setiap pertemuan, tak perlu engkau menghapusnya. Jika engkau menghapusnya, maka engkau sudah berbuat jahat kepada sang pertemuan. Perpisahan tetap ada sampai kapan pun. Mereka tentu sudah mengerti akan hal ini, mereka sudah mengalami perpisahan dari waktu ke waktu. Belajar mengenai hal itu, dan membuat sikap tentang perpisahan. Tak perlu ada tangisan di setiap perpisahan, toh mereka sudah biasa mengalaminya.

Lingkaran persahabatan macam apakah ini?

Dan diujung gelak tawa mereka, terhenti sejenak lalu bersalaman satu sama lain. Mengucapkan sampai jumpa dan berharap akan ada pertemuan selanjutnya. Bukan selamat tinggal, karena sampai jumpa terdengar lebih indah daripada kalimat itu.

Aku terus memperhatikan mereka sedari tadi. Begitu hangatnya persahabatan yang mereka ciptakan. Aku yakin setiap pertemuan yang mereka ciptakan selalu indah. Ah, andai saja aku dapat bergabung malam itu, namun aku tahu aku tak akan bisa. Aku sudah tak dapat lagi bergabung saat lingkaran tersebut telah menyatu dan merekat satu sama lain. Aku tak sanggup. Aku hanya memperhatikan mereka saja, dan itu cukup membuatku merasa sedikit senang, walau pada hakikatnya aku masih merasa sedih. Karena takdirku hanya untuk menemani orang-orang yang bersedih, sehingga begitu kejamnya saat aku hadir ditengah-tengah mereka. Aku adalah sang kesedihan yang tak sempat mengetuk pintu lingkaran persahabatan mereka.



Post a Comment

0 Comments